HOEGENG, KAPOLRI ANTI SOGOK DAN KORUPSI
Selasa, 04 Februari 2014
0
komentar
HOEGENG, KAPOLRI ANTI SOGOK DAN KORUPSI
Di Indonesia ada sebuah
sindiran bahwa hanya
ada 3 polisi yang tidak bisa disogok : patung polisi, polisi tidur, dan
Hoegeng. Hoegeng Iman Santoso adalah Kapolri di tahun 1968-1971. Ia juga
pernah menjadi Kepala Imigrasi tahun 1960, dan juga pernah menjabat sebagai
menteri di jajaran kabinet era Soekarno. Kedisiplinan dan kejujuran selalu
menjadi simbol Hoegeng dalam menjalankan tugasnya.
Indonesia kini terpuruk oleh budaya korupsi dan
sogok-menyogok, budaya yang telah masuk dan merusak
sendi-sendi moral bangsa
dari level tertinggi hingga level terendah. Siapapun seakan ingin mendapatkan
uang secara instan meskipun bertentangan dengan norma. Bahkan, agama sebagai
tiang masyarakat sudah semakin kesulitan untuk menangkalnya. Percaya atau
tidak, kondisi yang terjadi sekarang ini ternyata tidak jauh berbeda dengan 40
tahun silam. Namun saat itu bisa muncul seorang Hoegeng diantara banyaknya
pejabat yang korup.
Salah satu bentuk kejujuran beliau misalnya, ia pernah
menolak hadiah rumah dan berbagai isinya saat menjalankan tugas sebagai Kepala
Direktorat Reskrim Polda Sumatera Utara tahun 1956. Ketika itu, Hoegeng dan
keluarganya lebih memilih tinggal di hotel dan hanya mau pindah ke rumah dinas,
jika isinya hanya benar-benar barang inventaris kantor saja. Semua
barang-barang lukisan pemberian akhirnya ditaruh Hoegeng dan anak buahnya
di pinggir jalan saja. ” Kami tak tahu dari siapa barang-barang itu, karena
kami baru datang dan belum mengenal siapapun,” kata Merry Roeslani, istri
Hoegeng. Saking jujurnya, Hoegeng baru memiliki rumah saat memasuki masa
pensiun. Atas kebaikan Kapolri penggantinya, rumah dinas di kawasan Menteng
Jakarta Pusatpun menjadi milik keluarga Hoegeng.
Tentu saja, mereka mengisi rumah itu setelah seluruh perabot inventaris kantor ia kembalikan semuanya. Polisi Kelahiran Pekalongan tahun 1921 ini, sangat gigih dalam menjalankan tugas. Ia bahkan kadang menyamar dalam beberapa penyelidikan. Kasus-kasus besar yang pernah ia tangani antara lain, kasus pemerkosaan Sum tukang jamu gendong atau dikenal dengan kasus Sum Kuning, yang melibatkan anak pejabat. Ia juga pernah membongkar kasus penyelundupan mobil yang dilakukan Robby Tjahjadi, yang notabene dekat dengan keluarga Cendana.
Tentu saja, mereka mengisi rumah itu setelah seluruh perabot inventaris kantor ia kembalikan semuanya. Polisi Kelahiran Pekalongan tahun 1921 ini, sangat gigih dalam menjalankan tugas. Ia bahkan kadang menyamar dalam beberapa penyelidikan. Kasus-kasus besar yang pernah ia tangani antara lain, kasus pemerkosaan Sum tukang jamu gendong atau dikenal dengan kasus Sum Kuning, yang melibatkan anak pejabat. Ia juga pernah membongkar kasus penyelundupan mobil yang dilakukan Robby Tjahjadi, yang notabene dekat dengan keluarga Cendana.
Kasus inilah yang kemudian santer diduga sebagai penyebab
pencopotan Hoegeng oleh Soeharto. Hoegeng dipensiunkan oleh Presiden Soeharto
pada usia 49 tahun, di saat ia sedang melakukan pembersihan di jajaran
kepolisian. Kabar pencopotan itu diterima Hoegeng secara mendadak. Kemudian
Hoegeng ditawarkan Soeharto untuk menjadi duta besar di sebuah Negara di Eropa,
namun ia menolak. Alasannya karena ia seorang polisi dan bukan politisi.
Memasuki masa pensiun Hoegeng menghabiskan waktu dengan menekuni hobinya sejak
remaja, yakni bermain musik Hawaian dan melukis. Lukisan-lukisan itulah
yang kemudian menjadi sumber Hoegeng untuk membiayai keluarga. Untuk diketahui,
pensiunan Hoegeng hingga tahun 2001 hanya sebesar Rp.10.000 saja, itu pun hanya
diterima sebesar Rp.7500 sampai akirnya beliau wafat di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Rabu 14 Juli 2004 pukul 00.30.
Bagaimana seorang Hoegeng bisa
bertahan di tengah kesulitan menghadapi tekanan-tekanan yang ada ketika beliau
memposisikan kejujuran, kesederhanaan dan kerendah hatian sebagai panglima
dalam sikap hidupnya sehari-hari. Menjadi orang jujur itu bukan perkara mudah.
Kejujuran yang dimiliki Hoegeng tidak muncul dan bertahan begitu saja.
Dibutuhkan berbagai faktor-faktor pendukung, baik internal maupun eksternal
agar sikap jujur yang biasanya ditanamkan sejak kecil bisa dijalankan
secara konsisten. Belajar dari kisah Hoegeng, ada beberapa alasan mengapa
beliau bisa tetap mempertahankan idealismenya hingga akhir hayat.
1.
Didikan Masa Kecil
Hoegeng terlahir dalam lingkungan penegak hukum yang jujur
dan profesional. Ayahnya, Sukario Hatmodjo, adalah seorang jaksa di Pekalongan.
Meskipun berasal dari kalangan birokrat, ayahnya tidak sempat memiliki tanah
dan rumah pribadi hingga akhir hayat. Pendirian ayahnya satu: “yang
penting dalam kehidupan adalah kehormatan, jangan merusak nama baik dengan
perbuatan mencemarkan”.
Salah satu sahabat ayahnya yang telah mengilhami Hoegeng
untuk menjadi polisi bernama Ating Natadikusumah yang saat itu menjabat sebagai
Kapala Jawatan Kepolisian Karesidenan Pekalongan, dengan pangkat Komisaris
Polisi Kelas I. Penampilan Ating yang gagah, berwibawa, suka menolong orang dan
memiliki banyak teman telah memberikan kesan mendalam bagi Hoegeng kecil.
Satu lagi sahabat ayahnya yang lain yang turut membentuk
karakter Hoegeng adalah Soeprapto. Beliau ini jaksa agung 1950-1959 yang pada
masa jabatannya berhasil menggiring beberapa menteri ke dalam penjara akibat
dugaan kasus korupsi.
Lingkungan seperti inilah yang
nampaknya telah menanamkan jiwa kejujuran dan mengormati hukum kepada
Hoegeng semenjak kecil. Contoh-contoh teladan yang begitu nyata dan begtu dekat
dengannya menyebabkan didikan moral tersebut dapat lebih mudah meresap dan
terkristalisasi menjadi pedoman hidupnya kelak.
2.
Keinginan Pribadi Yang Kuat
Sebagai abdi masyarakat, ada pandangan hidup Hoegeng yang
sangat menarik dan perlu ditiru oleh pejabat-pejabat kita saat ini. Menurutnya,
pemerintahan yang bersih harus dimulai dari atas. Seperti halnya orang mandi,
guyuran air untuk mebersihkan diri selalu dimulai dari kepala.
Hoegeng percaya, ketika seseorang mendudukui suatu jabatan,
akan begitu banyak pihak-pihak dari berbagai kepentingan yang mencoba melakukan
pendekatan agar kepentingannya terpenuhi. Ini dialaminya ketika bertugas di
Sumatra Utara. Begitu banyak “hadiah” selamat datang yang diterimanya ketika
pertama kali menjejakkan kaki di Medan. Dengan tegas, semua hadiah itu ditolak.
Sikap Hoegeng yang tidak mampu disogok dengan cara apapun telah menimbulkan
geger di masyarakat saat itu. Ia ternyata tidak haus kebendaan. Terlebih ia
mampu membongkar berbagai kasus kejahatan kriminal di sana.
Agar mampu bertindak tegas dalam setiap kesempatan, Hoegeng
selalu berusaha menutup celah-celah yang bisa dimanfaatkan berbagai pihak untuk
menceburkannya ke dalam korupsi. Contoh nyatanya dengan menutup usaha dagang
bunga milik istrinya sendiri ketika ia diangkat sebagai Kepala Jawatan
Imigrasi. Alasannya sederhana, agar orang-orang tidak beli di toko itu karena
jabatannya.
Nampak jelas, betapa Hoegeng
tidak dapat dibeli. Sebaliknya, ia menunjukkan sikap seorang pamong sejati yang
menempatkan kepentingan masyarakat jauh di atas kepentingan pribadi. Keloyalannya
ditujukan kepada institusi tempat ia bernaung, bukan kepada atasan, bukan pula
kepada sekelompok kaum berduit.
3.
Dukungan Keluarga
Tidak akan ada kesuksesan tanpa dukungan keluarga. Sikap
idealisme Hoegeng tidak akan berarti tanpa dukungan penuh dari istri dan
anak-anaknya. Sikap keluarga yang tidak menuntut banyak inilah yang memastikan
Hoegeng tetap berada di jalur yang benar.
Bayangkan, istri mana yang sanggup menerima tuntutan sang
suami untuk menutup bisnis miliknya. Ataupun remaja mana yang dapat
menerima perilaku ayahnya yang secara sengaja “menggagalkan” proses
pendaftarannya sebagai calon taruna AAU. Semuanya dilakukan demi sebuah
idealisme agar tidak dianggap memanfaatkan jabatan. Kalau bukan keluarga
Hoegeng, ceritanya mungkin akan berbeda.
Pada akhirnya, bangsa ini sangat membutuhkan Hoegeng-Hoegeng
muda. Siapakah mereka? Ya, kita semua. Generasi muda yang telah muak melihat
kehancuran di masyarakat. Penolakan-penolakan dari kalangan tua yang sudah lama
terbuai oleh nikmatnya candu dunia pastilah ada. Namun jangan anggap penolakan
itu sebagai halangan. Anggaplah itu sebagai cambuk agar kita semakin terpacu
dan tetap konsisten memberantas kebobrokan moral dan kemunafikan yg terjadi di
negara ini. Jika seorang Hoegeng bisa, kitapun pasti juga bisa!
itulah kisah-Hoegeng Kapolri Anti Sogok Dan Korupsi semoga bermanfaat buat anda semua.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul:
HOEGENG, KAPOLRI ANTI SOGOK DAN KORUPSI
Ditulis oleh Zachrie Achmad
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke
http://999lukisankata-zachrie.blogspot.com/2014/02/hoegeng-kapolri-anti-sogok-dan-korupsi.html
. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.
Ditulis oleh Zachrie Achmad
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar :
Posting Komentar