PANGLIMA BESAR SUDIRMAN
Jumat, 07 Februari 2014
0
komentar
PANGLIMA BESAR SUDIRMAN
Patung itu berdiri gagah di jalan protokol Ibukota Jakarta, dengan posisi siap sambil memberi hormat. Sejatinya aku tak rela bila sang Jenderal terus memberi hormat pada gedung-gedung pencakar langit dan mereka yang berlalu lalang di jalan, yang mungkin tak menghiraukan keberadaannya. Harusnya setiap yang memandang patung itu akan bergetar jiwanya, matanya akan berkaca- kaca mengingat patriotisme Jenderal Soedirman.
Saat terjadinya Agresi Militer
II Belanda, Ibukota Republik Indonesia dipindahkan di Yogyakarta, karena Jakarta sudah
diduduki oleh tentara Belanda. Soedirman sebagai Pimpinan TKR membawa
pasukannya untuk membela Yogyakarta dari
serangan Belanda tanggal 19 Desember 1948. Malam sebelum berperang
Soedirman meminta maaf dan agar istrinya berkenan memberikan perhiasan mas
kawinnya untuk digunakan sebagai dana bergerilya. Sang istri yang tahu benar
keadaan Negara saat itu memberikan harta yang tersisa dengan sangat ihklas.
Dalam perjalanan semestinya Soedirman sudah dalam keadaan sangat lemah
karena penyakit tuberkulosis yang
dideritanya sejak lama. Walaupun begitu dia ikut terjun ke medan perang bersama
pasukannya dalam keadaan ditandu, memimpin para tentaranya untuk tetap
melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda secara gerilya.
Jenderal Soedirman yang mendapatkan
perintah untuk menhentikan serangan sementara waktu dan menuju Yogyakarta untuk
perintah selanjutnya, merasa agak kecewa untuk menghentikan gerilya-nya.
Penyakit yang diderita Soedirman saat berada di Yogyakarta semakin parah.
Paru-parunya yang berfungsi hanya tinggal satu karena penyakitnya. Yogyakarta
yang sedang dikuasai Belanda memaksa Presiden dan Kabinetnya dalam posisi
terkurung, walaupun sempat dikuasai oleh tentara Indonesia setelah Serangan Umum 1 Maret 1949. Saat itu, Presiden
Soekarno meminta Pak Dirman untuk istirahat dan memberikan komando gerilya pada
bawahannya, “ Jenderal Besar boleh sakit, tetapi Panglima Tertinggi tak boleh
sakit,” jawab Soedirman atas permintaan Pak Karno. Presiden Soekarno dan Mohammad
Hatta dan beberapa anggota kabinet ditangkap oleh tentara
Belanda. Karena situasi genting tersebut, Soedirman yang sedang sakit ditandu
berangkat bersama pasukannya dan kembali melakukan perang gerilya. Ia
berpindah-pindah selama tujuh bulan dari hutan satu
ke hutan lain, dan dari gunung ke
gunung dalam keadaan sakit dan lemah dan dalam kondisi hampir tanpa pengobatan
dan perawatan medis. Dalam gerilya ia memimpin pasukan dengan penuh dedikasi
tinggi sebagai panglima, meski badannya sakit namun pikiran dan hatinya mampu
mengobarkan semangat pasukan dan rakyat. Walaupun masih ingin memimpin
perlawanan tersebut, akhirnya Soedirman pulang dari kampanye gerilya tersebut
karena kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkannya untuk memimpin Angkatan
Perang secara langsung. Setelah itu Soedirman hanya menjadi tokoh perencana di
balik layar dalam perang gerilya melawan Belanda.
Seusai perang oleh Konferensi Meja
Bundar tahun 1949, Soedirman yang terbaring dalam kesakitannya tetap berusaha
untuk menunjukkan bakti pada negara. Kepada keluarganya ia tak mampu
meninggalkan warisan harta benda, walau ia adalah seorang Jenderal. Namun
semangat dan pengorbanan tanpa pamrih yang telah ia tunjukkan telah memberikan
warisan yang teramat besar, tak hanya bagi anak-anaknya, tetapi juga setiap
jiwa yang terlahir dari buaian tanah ibu pertiwi.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul:
PANGLIMA BESAR SUDIRMAN
Ditulis oleh Zachrie Achmad
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke
http://999lukisankata-zachrie.blogspot.com/2014/02/panglima-besar-sudirman.html
. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.
Ditulis oleh Zachrie Achmad
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar :
Posting Komentar